Diterbitkan oleh Pemdes, 12 Oktober 2019 07:54:33

ASAL MULA DESA BABAT

Diceritakan Oleh: Agnes

Desa Babat adalah suatu desa yang berada di wilayah Kecamatan Penukal Kabupaten PALI.  PALI merupakan pemekaran wilayah dari Kabupaten Muara Enim yang diresmikan pada tanggal 11 Januari  2013 dengan Bupati pertama yakni Bapak Heri Amalindo,  Kabupaten PALI memiliki 5 (lima) Kecamatan yaitu Abab, Penukal, Penukal Utara, Talang Ubi, dan Tanah Abang. Pendopo Kecamatan Talang Ubi merupakan ibu kota di Kabupaten PALI. Kabupaten  PALI  merupakan Kabupaten termuda di wilayah Bagian Sumatra Selatan.[1]

Desa Babat berasal dari bahasa Jawa yaitu babat (t.k.) yang berarti tebang, tebas; mbabat suket: memotong rumput.[2] sedangkan menurut  bapak Alwi Effendi selaku pangku adat Desa Babat berkata”saya pernah membaca itu bahwa ada kata Babad yang mempunyai arti yaitu cerita sejarah zaman dahulu  dusun yang baru atau awal desa sebuah desa. Bisa saja kemungkinan itu arti dari nama desa kita ini tetapi diperkuat dengan

 

nenek moyang kita itu yang berasal dari Jawa jadi kemungkinan besar nama desa Babat bukan Babad.”[3]

Desa Babat pertama kali dihuni pada tahun 1380-1400 M pada  abad ke 13-14 M. Berawal dari runtuhnya kerajaan Sriwijaya pada tahun 1377 M yang dikalahkan oleh kerajaan  Majapahit yang berasal dari Jawa Timur. Serungoon dan isterinya bernama putri Katja dari kerajaan Majapahit yang menguasai kerajaan Sriwijaya pada saat itu, Serungoon dan putri Katja memiliki keturunan yaitu yang pertama Dhulu (di Babat PU Ndjung/Musi), kedua yaitu Dua Dhila (Ria Ulung/Di Muara Sungai Luwo Penukal), dan yang ketiga Dhili (Beruge Putih/ di Beruge Lembak Belimbing) ketiga anak dari Srungoon dan putri Katja ini diberi amanat untuk menjelajahi hulu sungai Musi di Kerajaan Sriwijaya, ketiganya memiliki bagian wilayah masing-masing untuk ditinggalli.  Dhila memilih menetap di Muara Sungai Penukal tepatnya di Desa Air Ritam, Dhila memiliki 3 orang  anak  yaitu yang pertama benama Ria Menanti/Carang (dalam Muara Lemadju di Gunung Menang), kedua yaitu bernama Ria Gayap (di Babat), dan yang ketiga bernama Ria Bulus (di Panta Dewa).[4]         

Ketiga bersaudara yaitu Ria menanti (Ria Carang), Ria Gayap, dan Ria Bulus. Ketiganya menyusuri hulu Sugai Penukal Ria Menanti (Carang) memilih menetap di Desa Gunung Menang, Ria Gayap dan istrinya yang dalam keadaan hamil tua memilih menetap di Desa Babat, sedangkan Ria Bulus memilih menetap di Desa Panta Dewa. Mereka menyusuri ke arah hulu yaitu sungai penukal dengan memakan waktu bertahun-tahun karena menggunakan rakit tradisional, sehingga menemukan tempat yang tepat untuk singgah yang tepat untuk dijadikan tempat tinggal.[5]

Perjalanan yang ditempuh oleh Ria Carang (Menanti), Ria Gayap dan isteri, Ria Bulus mengarah ke hulu sungai penukal, tiba disuatu tempat yang sekarang ini dikenal dengan Desa Gunung Menang mereka memutuskan untuk beristirahat. Ketika ingin melanjutkan perjalanan Ria Carang(Menanti) kakak pertama dari Ria Gayap dan Ria Bulus ini memutuskan untuk menetap di Desa Gunung Menang tersebut. Sedangkan Ria Gayap dan isteri serta Ria Bulus melanjutkan perjalanan ke hulu sungai penukal dengan menggunakan rakit.[6]

          Dalam perjalanan ke hulu sungai penukal Ria Gayap dan isterinya yang dalam keadaan hamil tua dan Ria Bulus singgah di Lubuk Aur dinamakan Lubuk Aur karna terdapat tanaman Aur Gading (Bambu Kuning). Mereka singga di Lubuk Aur dikarenakan Isteri dari Ria Gayap ini ingin melahirkan. Keadaan Lubuk Aur yang masih dalam keadaan hutan lebat yang banyak ditumbuhi pohon-pohon besar dan berbagai macam tumbuh-tumbuhan, perlu di bersihkan atau di babat (tebang, tebas) untuk membangun pondok tempat berteduh.[7]

Lubuk Aur menjadi tempat persinggahan Ria Gayap dan isterinya sedangkan adiknya Ria Bulus melanjutkan perjalananya ke arah hulu sungai penukal berjarak sekitar 3 KM Ria Bulus menetap di tempat yang dikenal sekarang adalah Desa Panta Dewa dengan bukti adanya makam Ria Bulus yang terletak di tengah-tengah pemukiman masyarakat. Sedangkan terdapat penghuni lain yang bernama Nanggoda dan isterinya yang dalam keadaan hamil. Berjarak 1 KM  setelah tempat persinggahan Ria Gayap dan berjarak 2 KM sebelum tempat persinggahan Ria Bulus.[8]

Isteri dari Ria Gayap akhirnya melahirkan seorang anak laki-laki yang diberi nama Karang Pandan. Setelah isterinya melahirkan Ria Gayap ingin mengajak isterinya melanjutkan perjalanan untuk menyusul sang adik yaitu Ria Bulus, akan tetapi isterinya tidak ingin melanjutkan perjalanan dan memilih untuk menetap di Lubuk Aur dengan alasan karna sang isteri telah melahirkan anak pertamanya di Lubuk Aur. Ria Gayap menyetujui dan memilih untuk menetap bersama isteri di Lubuk Aur, karena memilih untuk menetap di Lubuk Aur Ria Gayap memperluas wilayah tempat tinggal mereka dengan cara di babat atau mbabat (tebas, tebang dan memotong rumput)[9] hutan disekitar pondok setelah itu di pagar. Ria Gayap memberikan nama tempat tinggal itu dengan nama Babat.[10]

Setelah melahirkan anak pertamanya yaitu yang bernama Karang Pandan dan menetap di Lubuk Aur yang diberi nama Babat oleh Ria Gayap. Suatu hari datanglah  Nanggoda dan isterinya yang sedang dalam keadaan hamil, mereka tinggal di hulu sungai Penukal yang berjarak 1 KM dari tempat pesinggahan Ria Gayap dan isterinya. Berkatalah Nanggoda “Wahai Ria Gayap karna engkau telah memasuki wilayah ku, maka aku menantang mu untuk bertarung jika saya kalah maka engkau dapat tinggal di wilayah ini dan akan ku berikan apa saja yang kau inginkan sebagai taruhannya  dan apabila engkau kalah maka engkau harus pergi di wilayah ini” Ria Gayap menyetujui tantangan tersebut.[11]

Dalam pertarungan tersebut dimenangkan oleh Ria Gayap sesuai dengan janji yang diucapkan Nanggoda bahwa ia akan membiarkan Ria Gayap menetap di Babat dan akan memberikan apa saja yang diingikan oleh Ria Gayap. Ternyata Ria Gayap meminta isteri dari Nanggoda yang dalam keadaan hamil dan berkatalah Nanggoda “wahai Ria Gayap ku serahkan isteriku yang dalam keadaan mengandung anakku kepada mu akan tetapi jika anak ini lahir laki-laki maka izinkan saya memberikan nama untukya dan apabila anak ini lahir perempuan maka silahkan engkau memberikannya nama”. Permintaan tersebut diterima oleh Ria Gayap tidak hanya itu Ria Gayap mengaggap Nanggoda sebagai saudaranya sendiri yang dapat menjinguk anak isterinya kapan saja.

Suatu hari isteri dari Nanggoda yang telah tinggal bersama Ria Gayap dan isterinya itu melahirkan seorang anak laki-laki dan sesuai dengan permintaan Nanggoda jika anak tersebut laki-laki maka ia akan datang untuk memberikan nama bagi anak laki-laki tersebut. Anak laki-laki tersebut diberi nama oleh Nanggoda yaitu Dalahab sedangkan karna Anak laki-laki tersebut akan dirawat dan dibesarkan oleh Ria Gayap maka diberikan nama pula oleh Ria Gayap yaitu Wadasir. Jadi anak laki-laki dari isteri Nangooda yang dirawat dan besarkan oleh Ria gayap memiliki 2(dua) nama yaitu Dalahab dan Wadasir.[12]

Bertahun-tahun berlalu kehidupan terus berjalan sampai Karang pandan dan Dalahab atau Wadasir inipun tumbuh menjadi laki-laki dewasa yang siap mengembara. Dalahab atau Wadasir ini tubuh menjadi laki-laki dewasa yang terkenal memiliki ilmu kesaktian. Suatu hari Dalahab atau Wadasir ini pergi mengembara, pergilah ia ke daerah Musi Banyuasin (Sekayu) yang terkenal dengan Bajau 7 (tujuh) yaitu 7(tujuh) bersaudara yaitu 6 (enam) laki-laki dan 1 (satu) adik bungsu yaitu perempuan yang terkenal memiliki kesaktian. Dari Bajau 7 (tujuh) tersebut 6(enam) laki-laki tersebut sangatlah gemar melakukan sabung ayam sedangkan  Adik bungsu dari Bajau 7 (tujuh) yang memiliki wajah cantik seringkali diculik akan tetapi dengan kesaktian yang dimiliki oleh saudara-saudara laki-lakinya tidak sampai 24 jam adik perempuan yang diculik selalu mudah untuk ditemukan.[13]

Suatu hari datanglah Dalahab atau Wadasir di Musi Banyuasin (Sekayu) untuk menyabung ayam tetapi tujuan utama dari Dalahab atau Wadasir ini adalah untuk menculik adik perempuan dari Bajau 7 (tujuh). Ketika 6 (enam) saudara laki-laki Bajau 7 (tujuh) sedang asyik dengan sabung ayam, Dalahab atau Wadasir ini diam–diam menculik adik perempuannya. Dalam penculikkan adik perempuan dari Bajau 7 (tujuh)  Dalahab atau Wadasir  menggunakan kesaktian yang dimilikinya dengan menyamarkan dirinya dan adik perempuan dari Bajau 7 (tujuh) menjadi ikan toman yang menyusuri sungai Musi Banyuasin menuju ke sungai Penukal. Dalam pencarian adik perempuan dari Bajau 7 (tujuh) oleh 6 (enam) saudara laki-laki selama 7 (tujuh) hari tidak ditemukan. Dalam pelarian adik perempuan dari Bajau 7 (tujuh) oleh Dalahab atau Wadasir yang menyamar menjadi ikan toman sampai ke sungai Penukal yaitu yang dikenal sekarang ini dengan Muara Semamat di Desa Babat. Berkatalah Dalahab atau Wadasir  kepada adik bungsu Bajau 7 (tujuh) ini “wahai sang putri engkau telah sampai di tanah kelahiranku maka akan ku jadikan engkau isteriku dan apabila kita mati kita akan di kuburkan tanahku ini.[14]

Dari pasangan Dalahab atau Wadasir dengan adik bungsu Bajau 7 (tujuh) ini mendapat anak yang bernama Sangga Layang. Ketika Sangga Layang ini dewasa ia mengikuti jejak sang ayahnya Dalahab atau Wadasir pergi ke tanah kelahiran sang ibunya untuk menyabung ayam. Ketika sampai di daerah Musi Banyuasin (Sekayu)  dan menyabung Ayam dengan Bajau 7 (tujuh) akan tetapi ayam dari Sangga Layang ini dengan ayam Bajau 7 (tujuh) ternyata tidak ada yang kalah. Karena ayam dari Sangga Layang ini dan Bajau 7(tujuh) tidak ada yang dan sama-sama kuat maka salah satu dari Bajau 7 (tujuh) ini mencurigai gerak-gerik yang dilakukan Sangga Layang ini sama persis dengan yang dilakukan oleh Dalahab atau Wadasir yang telah menculik adik perempuannya. Ditanyakanya oleh salah satu Bajau 7 (tujuh) “wahai anak muda dari manakah asal mu dan siapakah engkau sebenarnya?” di jawablah oleh Sangga Layang “Aku adalah Sangga Layang berasal dari daerah Babat putra dari Dalahab atau Wadasir dan ibuku sorang putri Bajau 7(tujuh) berasal dari Musi Banyuasin”. Dijawab oleh salah satu Bajau 7 (tujuh) “wahai anak muda ternyata engkau adalah anak dari adik bungsu kami, maka dari itu Bajau 7 (tujuh) yaitu 6 (enam) saudara laki-laki atau paman dari Sangga Layang ini memberikan nama daerahnya Babat Bujung (Toman) dan bersumpah bahwa penduduk asli dari Babat Bujung (Toman) dengan Babat Penukal tidaklah boleh menikahi satu sama lain karna masih ada ikatan sedarah dan apabila penduduk dari masing-masing Desa Babat Penukal ataupun Babat Bujung (Toman) datang berkunjung wajib diberi makan apabila ia meminta makan di rumah siapapun.[15]

Daftar Pemimpin-Pemimpin Desa Babat

No

Pemimpin-pemimpin Desa Babat mulai dari Keria sampai Kepala  Desa Babat yaitu sebagai berikut:

1

Keria I Robikum Riali (Pati)

2

Keria II Retimbang Riali (Pati Simbangun)

3

Keria III Risalon Langosari (Baginde)

4

Keria IV Gemala Radje

5

Keria V Kelintum (Pati)

6

Keria VI Djelurung (Dari Enim)

7

Keria VII Patiman (Djaka)

8

Keria VIII Patiman (Pati)

9

Keria IX Mesaden

10

Keria X Rendasim (Macan Lurah)

11

Keria XI Semantap (Krie Kurus)

12

Keria XII Kapidin Rendasim (Macan Lurah I 1898)

13

Keria XIII Semar Rendasim (Macan Lurah II 1898/1900)

14

Keria XIV Bahar Kapidin (Macan Lurah III 1901/1921)

15

Keria XV Unus Bahar (Macan Lurah IV 1922/1937)

16

Keria XVI Sulaiman Masaun (1938/1945)

17

Keria XVII Djuri. S (1945/1946)

18

Keria XVIII Mawi (1946/1948)

19

Keria XX Abu Tholib (Mustika Desa 1953/1983)

20

Keria XIX Ahmad Jamang (1948/1953)

21

Kades I Abu Tholib (1983/1984)

22

Kades II Alkat Alkip (1983/1993)

23

Kades III Arka Nurawi (1993/2002)

24

Kades IV Edison (2002/2007)

25

Kades V Dito Herman (2007/2013)

26

Kades VI Arka Nurawi AB (2013/2019)

27

Kades VII Arie Mediansyah Fitri, S.Pd (2019/2025)

                   (Sumber: data Desa Babat)

          Pada Tahun 1983 perpindahan dari Dusun menjadi Desa serta dari pemimpin desa (Keria) menjadi kepala desa (Kades).[16]

 

                [1] Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Mengenal Budaya Pali, Cet: 2017, hlm. 5

                [2] Wikionary:Kamus Bahasa Jawa – Bahasa Indonesia, https://id.m.wikitionary.org (Sabtu, 06 april 2018)

                [3] Wawancara dengan  Bapak Alwi Efendi selaku pamangku adat, Desa Babat  kec. Penukal. Kab. PALI pada tanggal 5 Novermber 2018

                [4] Wawancara dengan  Bapak Alwi Efendi selaku pamangku adat, Desa Babat  kec. Penukal. Kab. PALI pada tanggal 5 Novermber 2018

 

                [5] Wawancara dengan  Bapak Alwi Efendi selaku pamangku adat, Desa Babat  kec. Penukal. Kab. PALI pada tanggal 5 Novermber 2018

 

                [6] Wawancara dengan  Bapak Alwi Efendi selaku pamangku adat, Desa Babat  kec. Penukal. Kab. PALI pada tanggal 5 Novermber 2018

 

                [7] Wawancara dengan  Bapak Alwi Efendi selaku pamangku adat, Desa Babat  kec. Penukal. Kab. PALI pada tanggal 5 Novermber 2018

 

                [8] Wawancara dengan  Bapak Alwi Efendi selaku pamangku adat, Desa Babat  kec. Penukal. Kab. PALI pada tanggal 5 Novermber 2018

 

                [9] Wikionary:Kamus Bahasa Jawa – Bahasa Indonesia, https://id.m.wikitionary.org (Sabtu, 06 april 2018)

                [10] Wacancara dengan  apak Alwi Efendi selaku pamangku adat, Desa Babat  kec. Penukal. Kab. PALI pada tanggal 5 Novermber 2018

 

                [11] Wawancara dengan  Bapak Alwi Efendi selaku pamangku adat, Desa Babat  kec. Penukal. Kab. PALI pada tanggal 5 Novermber 2018

 

                [12] Wawancara dengan  Bapak Alwi Efendi selaku pamangku adat, Desa Babat  kec. Penukal. Kab. PALI pada tanggal 5 Novermber 2018

 

                [13] Wawancara dengan  Bapak Alwi Efendi selaku pamangku adat, Desa Babat  kec. Penukal. Kab. PALI pada tanggal 5 Novermber 2018

 

                [14] Wawancara dengan  Bapak Alwi Efendi selaku pamangku adat, Desa Babat  kec. Penukal. Kab. Pali pada tanggal 5 Novermber 2018

 

                [15] Wawancara dengan  Bapak Alwi Efendi selaku pamangku adat, Desa Babat  kec. Penukal. Kab. PALI pada tanggal 5 Novermber 2018

 

                [16] Sumber: Buku Sejarah Penduduk Asal Desa Babat, Yang disusun oleh H. Abu Tholib, H. Ahad